Gubernur Alexei Besprozvannykh telah menyerukan larangan ekspor kentang dari Kaliningrad hingga wilayah tersebut mencapai swasembada penuh. Namun, petani lokal mengklaim bahwa mereka sudah menghindari ekspor karena logistik yang tidak menguntungkan—menimbulkan pertanyaan tentang perlunya pembatasan tersebut.
Argumen Gubernur: Menjaga Kentang Lokal
Besprozvannykh berpendapat bahwa meskipun Kaliningrad hampir swasembada kentang, bahkan ekspor skala kecil (dilaporkan sekitar 5% dari panen tahun 2024) berisiko mengganggu pasokan lokal. Ia menyoroti kenaikan harga eceran dan biaya logistik dua kali lipat saat kentang diimpor kembali.
“Mengapa mengekspor jika kita tidak sepenuhnya mandiri? Membayar dua kali untuk logistik tidak masuk akal,” Gubernur telah menugaskan Kementerian Pertanian untuk merundingkan penghentian ekspor secara sukarela.
Tanggapan Petani: Ekspor Sudah Tidak Ada
Para petani berpendapat bahwa ekspor tidak menguntungkan secara ekonomi. Denis Chechulin, kepala KFH "Kalina", mengatakan RUGARDE:
“Kami tidak mengekspor kentang ke daratan Rusia—logistiknya terlalu mahal. Produsen Belarusia dan Rusia mengalahkan kami dalam hal harga.”
Sebaliknya, KFH "Kalina" Fokus pada kentang benih pengiriman, yang tetap tidak terpengaruh. Peternakan lain menyuarakan hal ini, dengan mencatat bahwa biaya transportasi (yang dapat menambah 30–50% dari harga) membuat ekspor berskala besar menjadi tidak praktis.
Realitas Pasar: Kelangkaan dan Lonjakan Harga
A Kekurangan kentang di Rusia Tengah pada tahun 2024 menyebabkan petani Kaliningrad menjual stok surplus secara nasional, sehingga mengurangi pasokan lokal. Wakil direktur SPAR, Alexei Yelaev, mengonfirmasi “harga pengadaan sangat tinggi” karena kelangkaan.
Secara global, harga kentang telah meningkat (+15% di UE, +20% di AS pada tahun 2023–2024 karena penurunan hasil panen akibat iklim). Situasi Kaliningrad mencerminkan tren ini, tetapi larangan ekspor paksa mungkin tidak mengatasi masalah inti: skalabilitas produksi.
Kebijakan vs. Kepraktisan
Sementara gubernur bermaksud menstabilkan harga, para petani berpendapat bahwa kekuatan pasar sudah membatasi ekspor. Alih-alih melarang, berinvestasi dalam penyimpanan, kualitas benih, dan subsidi untuk penjualan lokal dapat menjamin pasokan dengan lebih baik. Regulasi yang berlebihan berisiko menghambat pertanian tanpa mengatasi kendala logistik atau persaingan.