Kombinasi antara meningkatnya produksi kentang lokal dan berkurangnya pendapatan yang dapat dibelanjakan di beberapa rumah tangga telah menyebabkan penurunan permintaan kentang meja di Zimbabwe secara signifikan. Pergeseran dinamika permintaan ini mengakibatkan penurunan harga kentang sebesar 100 persen dari bulan Juni ke Juli.
Pada awal tahun ini, negara ini menetapkan target budidaya kentang Irlandia seluas 6,750 hektar, terutama melalui anggota Dewan Pengembangan Hortikultura (HDC).
Data pasar yang dikumpulkan oleh Knowledge Transfer Africa (KTA) menunjukkan kenaikan harga kentang yang stabil hingga US$14 per 15 kilogram kantong ekstra besar pada tanggal 12 Juni. Namun, harga tersebut telah anjlok, dengan ukuran kantong yang sama kini dihargai US$7 , menandai penurunan 100 persen. Kantong besar yang tadinya dihargai US$13 juga turun menjadi US$6.
Dr. Charles Dhewa, CEO KTA, mengaitkan penurunan tajam harga kentang dengan lonjakan produksi lokal yang bertepatan dengan berkurangnya pendapatan yang dapat dibelanjakan. Konsumen mulai beralih dari kentang Irlandia ke produk alternatif seperti ubi, nasi, makaroni, dan spageti.
Bapak Peter Steyl, ketua Asosiasi Perusahaan Benih Kentang Zimbabwe (ZSPCA), senada dengan pendapat Dr. Dhewa, menekankan bahwa penurunan harga kentang terutama didorong oleh penurunan daya beli konsumen.
Fokus strategis pemerintah pada budidaya kentang untuk ketahanan pangan telah menyebabkan larangan impor kentang sejak tahun 2010, sehingga mendorong peningkatan produksi lokal. Kebijakan ini tidak hanya menghilangkan kebutuhan impor kentang tetapi juga mendorong kolaborasi antara petani dan pengolah hasil pertanian untuk meningkatkan produksi, akses pasar, dan keberlanjutan.
Sebagai hasil dari kebijakan substitusi impor dan inisiatif kolaborasi, Zimbabwe menyaksikan peningkatan 100 persen dalam budidaya kentang lokal, dimana para petani terlibat dalam produksi benih untuk memenuhi permintaan kentang yang terus meningkat di pasar.