Jika perubahan iklim membuat pertumbuhan kentang dan wortel tidak mungkin dilakukan di Irlandia, hal ini akan menandakan awal yang buruk dari masa-masa yang penuh tantangan. Proyeksi perubahan iklim terbaru untuk Irlandia memberikan gambaran yang suram, memperkirakan suhu musim panas tidak melebihi 10 derajat Celcius dan turun hingga -15 derajat di musim dingin. Pergeseran iklim seperti ini, seperti yang terjadi di Islandia, akan menghancurkan sektor pertanian, sehingga budidaya sayuran pokok seperti kentang dan wortel tidak dapat dilakukan, sehingga menyebabkan lonjakan harga pangan.
Studi terbaru yang dilakukan oleh para ahli iklim Irlandia dan global mengungkapkan bahwa Eropa mengalami pemanasan dua kali lebih cepat dari rata-rata global. Mencairnya es Arktik dengan cepat berkontribusi terhadap naiknya permukaan air laut, mengganggu arus utama Atlantik yang mengatur iklim sedang di Irlandia. Wilayah pesisir telah menyaksikan dampak dari peristiwa cuaca ekstrem, yang semakin menegaskan kerentanan terhadap gangguan iklim. Suhu panas yang memecahkan rekor pada tahun 2023 menyebabkan gelombang panas laut yang parah memicu banjir bandang yang merusak, yang semakin menyoroti krisis iklim yang semakin meningkat.
Tragedi seperti tanah longsor di Papua Nugini baru-baru ini, yang merenggut 2,000 nyawa akibat curah hujan yang belum pernah terjadi sebelumnya, meningkatkan kekhawatiran tentang potensi bencana serupa di Irlandia. Dublin telah diidentifikasi sebagai salah satu dari 36 kota besar yang paling rentan terhadap ancaman yang ditimbulkan oleh kenaikan permukaan air laut dan banjir, hal ini menekankan risiko yang akan dihadapi oleh wilayah pesisir.
Selain itu, peningkatan turbulensi udara juga menimbulkan risiko tambahan. Insiden fatal seperti kematian baru-baru ini pada penerbangan Singapore Airlines dan cedera yang dialami dalam penerbangan Doha ke Dublin karena turbulensi parah menggarisbawahi meningkatnya bahaya terkait turbulensi. Studi menunjukkan adanya peningkatan sebesar 55% dalam kejadian turbulensi udara di Atlantik Utara antara tahun 1979 dan 2020, yang menandakan adanya tren mengkhawatirkan yang memerlukan perhatian segera di bidang keselamatan penerbangan.